PETA KONSEP
Analisis Volumetri
Analisis
volumetri yang disebut juga analisis titrimetri adalah teknik analisis yang
berdasarkan pada julah (volume) suatu larutan yang sudah diketahui
konsentrasinya yang diperlukan untuk bereaksi sempurna dengan sejumlah tertentu
komponen cuplikan. Larutan yang konsentrasinya telah diketahui dengan tepat
disebut larutan standar/larutan
baku/titran. Adapun larutan yang akan ditentukan konsentrasinya disebut
titrat. Proses penentuan volume titran yan bereaksi dengan sejumlah volume
titrat disebut proses titrasi. Dalam prakteknya di laboratorium, prosedur
titrasi dapat dikerjakan sebagai berikut.
Larutan
standar atau titran dimasukkan ke dalam buret, sedangkan larutan yang akan
ditentukan konsentrasinya atau titrat dengan volume tertentu ditempatkan dalam
labu erlenmeyer. Setelah larutan titrat pada labu erlenmeyer diberi indikator,
titran dari buret dibiarkan menetes secara teratur sampai kedua larutan tepat
habis bereaksi yang disebut titik
ekuivalen.
Titik ekuivalen adalah pH dimana titran tepat habis bereaksi
dengan titrat. Untuk menentukan titik ekuivalen dapat digunakan indikator yang
diteteskan pada titrat sebelum dilakukan titrasi. Titrasi dihentikan pada saat
terjadi perubahan warna indikator yang digunakan atau pada titik akhir titrasi.
Titik akhir titrasi adalah pH dimana terjadi perubahan warna indikator. Untuk
suatu titrasi seharusnya titik akhir
titrasi sama dengan titik ekuivalen, tetapi dalam praktek hal ini sulit
dilakukan. Agar titik akhir titrasi berimpit atau mendekati titik ekuivalen,
maka harus dipilih indikator yang paling cocok dalam titrasi. Setelah titrasi
dihentikan, volume titran dapat
diamati dengan melihat perbedaan angka awal denga angka akhir titrasi.
Selanjutnya, data pengukuran volume yang diperoleh digunakan untuk menghitung konsentrasi
atau kadar zat yang akan ditentukan.
Tidak
semua reaksi dapat ditentukan dengan cara titrasi. Analisis dengan cara titrasi
harus memenuhi syarat – syarat berikut:
1. Reaksi
harus berlangsung sempurna, tunggal, dan menurut persamaan yang jelas.
2.
Reaksi harus cepat dan reversibel.
Bila tidak cepat, titrasi akan memakan waktu terlalu banyak apalagi menjelang
titik akhir reaksi. Bila reaksi tidak reversibel,
penentuan akhir titrasi tidak tegas.
|
3. Harus
ada petunjuk akhir reaksi (indikator). Indikator tersebut berasal dari cara
berikut:
a.
Timbul dari reaksi titrasi itu sendiri.
Misalnya, pada titrasi campuran asam oksalat + asam sulfat oleh KmnO4,
selama titrasi belum selesai titrat tidak berwarna, tetapi setelah akhir
titrasi tercapai, larutan menjadi berwarna karena kelebihan setetes saja dari
titran menyebabkan warna menjadi jelas.
b.
Berasal dari luar, dapat berupa suatu zat atau suatu alat yang dimasukkan ke dalam titrat. Misalnya, titrasi asam
asetat dengan larutan NaOH menggunakan indicator fenolftalein.
4.
Larutan
standar yang direaksikan dengan analit harus mudah dibuat dan sederhana
penanganannya serta harus stabil sehingga konsentrasinya tidak mudah berubah.
Berdasarkan jenis reaksi yang digunakan
dalam proses analisisnya, analisis volumetri dibedakan menjadi 2, yaitu sebagai berikut:
a. Analisis volumetri reaksi metatetik,
yang didasarkan pada pertukaran ion dengan tanpa perubahan bilangan oksidasi.
Analisis volumetri metatetik meliputi titrasi asam basa (asidi alkalimetri),
titrasi argentometri, dan titrasi kompleksometri.
b. Analisis volumetri reaksi redoks,
yang didasarkan pada perpindahan elektron atau perubahan bilangan oksidasi.
Analisis reaksi redoks meliputi titrasi permanganometri, titrasi iodimetri, dan
titrasi bikromatometri.
Ada
beberapa macam titrasi volumetri, diantaranya :
1.
Titrasi Asam Basa
Titrasi
asam basa adalah proses penambahan secara cermat volume asam atau basa yang
telah diketahui konsentrasinya ke dalam sejumlah volume larutan asam atau basa
yang akan ditentukan konsentrasinya. Jika dalam titrasi digunakan titran asam,
disebut asidimetri, sedangkan jika
dalam titrasi digunakan titran basa, disebut alkalimetri.
Titrasi
asam basa didasarkan pada reaksi penetralan. Reaksi penetralan asam basa
terjadi jika jumlah mol ion H+ dari asam sama dengan jumlah ion OH-
dari basa, yang dinamakan sebagai titik
ekuivalen. Saat terjadinya titik ekuivalen dapat diketahui dengan bantuan
perubahan warna indikator yang ditambahkan pada titrat sebelum proses titrasi
dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi.
Pada saat inilah titrasi dihentikan. Keadaaan ketika titrasi dihentikan dengan
cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai titik akhir titrasi. Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi,
titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan titik ekuivalen. Hal itu
dapat dilakukan dengan memilih indikator yang tepat dan sesuai dengan titrasi
yang akan dilakukan. Pada titrasi asam basa, pH titik ekuivalen bergantung pada
kekuatan asam dan basa yang direaksikan. Oleh karena itu, indikator yang
digunakan harus memberikan perubahan warna yang tampak disekitar titik ekuivalen. Dengan
demikian, titk akhir titrsinya masih berada pada trayek perubahan warna
indikator. Beberapa indikator asam basa dan trayek perubahan warnanya tertera
pada tabel berikut.
Indikator
|
Trayek Perubahan Warna
|
Perubahan Warna
|
Metil jingga
|
2,9 – 4,0
|
Merah – kuning
|
Metil merah
|
4,2 – 6,3
|
Merah – kuning
|
Bromtimol biru
|
6,0 – 7,6
|
Kuning – biru
|
Fenolftalein
|
8,3 –
10,0
|
Tak berwarna - biru
|
Hitungan Titrasi Asam
Basa
Dengan
menggunakan data volume titrat, serta volume dan konsentrasi titran, kadar
titrat dapat dihitung. Hitungan dapat ditentukan atas dasar ekuivalensi jumlah
mol asam dan basa. Pada saat titik ekuivalen, mol-ekuivalen asam akan sama
dengan mol-ekuivalen basa. Oleh karena itu, hal itu dapat ditulis sebagai
berikut:
mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa
Mol-ekuivalen
diperoleh dari hasil perkalian antara normalitas dengan volume. Jadi, rumus
diatas dapat kita tulis sebagai berikut:
N
x V asam = N x V basa
Normalitas
diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada asam atau jumlah ion OH- pada basa, sehingga rumus diatas menjadi
sebagai berikut:
n
x M x V asam = n x M x V basa
Keterangan:
N = normalitas
V = volume
M = molaritas
n = jumlah ion H+ asam atau OH-
basa
Contoh soal:
1. Titrasi 10 mL larutan HCl memerlukan 15 mL larutan NaOH 0,1
M. Tentukan konsentrasi larutan HCl!
Jawab:
Diketahui: Vasam = 10 mL
Vbasa = 15 mL
Mbasa = 0,1 M
Ditanya:
Masam = ……?
n x M x V asam = n x M x V basa
1.Masam . 10 = 1. 0,1 . 15
Masam = 1.0,1 . 15 / 1. 10 = 0,15 M
Jadi, konsentrasi HCl = 0,15 M
2. Sebanyak 25 mL larutan KOH dalam
titrasi memerlukan 30 mL larutan H2SO4 0,1 M. Hitunglah
konsentrasi KOH!
Jawab:
Diketahui: Vasam = 30 mL
Vbasa = 25 mL
Masam = 0,1 M
Ditanya:
Mbasa = ……?
n x M x V asam = n x M x V basa
2 . 0,1 . 30 = 1. Mbasa . 25
Mbasa = 6/25 = 0,24 M
Jadi konsentrasi KOH = 0,24 M.
Grafik Titrasi Asam Basa
Pada proses titrasi,
hubungan perubahan pH larutan dengan volume titran yang ditambahkan ke dalam
larutan yang dititrasi (titrat) dapat dipetakan dalam suatu grafik yang disebut
grafik titrasi. Dari grafik titrasi
dapat ditentukan pH pada titik
ekuivalen, sehingga indikator yang sesuai untuk titrasi dapat dipilih. Berikut
grafik titrasi dari berbagai macam
titrasi asam basa serta ciri-ciri masing-masing grafik.
a.
Titrasi Asam Kuat dengan Basa Kuat
Grafik titrasi asam kuat dengan basa kuat
dimulai dari pH rendah (± 1) yang menunjukkan asam kuat dan berakhir pada pH tinggi (±13) yang menunjukkan basa
kuat (Gambar 2). Perubahan pH yang
besar terjadi di sekitar titik ekuivalen (pH
= 7). Indikator yang dapat digunakan adalah metil
merah, bromtimol biru, atau fenolftalein.
|
b.
Titrasi Asam Lemah dengan Basa Kuat
Grafik titrasi asam lemah dengan basa kuat dimulai
pada pH ~3 yang menunjukkan asam
lemah dan berakhir pada pH ~13 yang
menunjukkan basa kuat (Gambar 3). Titik ekuivalen pada pH > 7. Indikator yang dapat digunakan adalah fenolftalein.
|
c.
Titrasi Asam Kuat dengan Basa Lemah
Grafik titrasi asam kuat dengan basa lemah
dimulai dari pH rendah (±1) yang
menunjukkan asam kuat dan berakhir pada pH
~11 yang menunjukkan basa lemah (Gambar 4). Titik ekuivalen pada pH < 7. Indikator yang dapat
digunakan adalah metil merah.
|
d.
Titrasi Asam Lemah dengan Basa Lemah
Grafik titrasi asam lemah dengan basa lemah
dimulai dari pH ~3 yang menunjukkan
asam lemah dan berakhir pada pH ~11
yang menunjukkan basa lemah (Gambar 5). Tidak terjadi perubahan yang besar pada
titik ekuivalen (pH ~7). Indikator
yang dapat digunakan adalah bromtimol
biru.
|
Menentukan
Kadar Asam Asetat
Cuka dapur yang dijual dalam
berbagai merek mengandung asam asetat. Pada label botol cuka dapur umumnya
tertulis kadar asam yang terkandung di dalamnya. Kadar asam asetat dalam cuka
dapur dapat ditentukan dengan titrasi asam basa. Asam asetat yang terkandung
dalam suatu contoh cuka dapur dititrasi dengan larutan NaOH yang telah
diketahui kadarnya. Berdasarkan volume larutan NaOH, yang diperlukan dalam
titrasi dapat ditentukan kadar asam asetat.
Contoh soal:
1.
Untuk
mengetahui kadar asam asetat dalam cuka dapur, diambil 2 mL larutan cuka
kemudian ditambahkan air sehingga volume larutan menjadi 50 mL. Selanjutnya, 5
mL larutan ini dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 M. Jika larutan NaOH yang
digunakan sebanyak 4,8 mL dan massa jenis larutan cuka = 0,96 gram/mL, tentukan
kadar asam asetat dalam cuka dapur!
Jawab:
Reaksi antara CH3COOH
dan NaOH:
CH3COOH(aq) +
NaOH(aq) CH3COONa(aq)
+ H2O(l)
Dalam 5 mL larutan
cuka terdapat mmol cuka sebesar:
mmol cuka (CH3COOH)
= mmol NaOH (berdasarkan reaksi)
= 4,8 mL x 0,1
M
= 0,48
mmol
Dalam 50 mL cuka
ada = 50 mL/5mL x 0,48 mmol
= 4,8
mmol
Dalam 5 mL cuka
(CH3COOH) mengandung massa jenis sebesar = 0,96 g/mL sehingga massa
cuka dalam 5 mL sebagai berikut:
Berat cuka = ρ x v
= 0,96 gram/mL . 2 mL
= 1,92 gram
Dalam 50 mL cuka
terdapat 4,8 mmol CH3COOH sehingga massa dari cuka tersebut dapat
dihitung dengan mempergunakan persamaan mol, yaitu sebagai berikut:
mol = massa zat/Mr (untuk molekul)
4,8 mmol = massa zat/60 mg/mmol
Massa zat = 4,8 mmol x 60 mg/mmol
= 288 mg = 0,288 gram
Jadi, dalam 50 mL cuka terdapat 0,288 gram cuka (CH3COOH).
Maka kadar dari
cuka sampel dapat sebagai berikut:
Kadar cuka = (massa
zat hasil hitungan / massa zat semula) x 100%
= (0,288 / 1,92) x 100%
= 15 %
Jadi kadar cuka
dalam cuka sampel adalah 15%.
2.
Titrasi
Argentometri
Titrasi
argentometri adalah titrasi yang menggunakan larutan perak untuk mengetahui
kadar suatu unsur dalam sampel. Misalnya, titrasi argentometri digunakan
pada penetapan sianida (CN), tiosianat (SCN), dan klorida (Cl). Prinsip
kerjanya, unsur yang ingin ditetapkan dititrasi dengan larutan perak (umumnya
digunakan perak nitrat, AgNO3) sehingga pada titik akhir terbentuk
endapan perak. Misalnya pada penetapan klorida, endapan yang terbentuk adalah
AgCl.
Ada 3 metode titrasi argentometri, yaitu
sebagai berikut:
a.
Metode Fajans
Metode Fajans adalah titrasi argentometri
dengan menggunakan indikator adsorpsi. Indikator ini berasal dari senyawa
organik yang dapat diserap pada permukaan endapan yang terbentuk selama reaksi
berlangsung. Adsorpsi indikator terjadi menjelang titik ekuivalen sehingga perubahan
warna juga terjadi pada endapan yang terbentuk.
b.
Metode Mohr
Metode Mohr adalah titrasi argentometri
dengan menggunakan indikator ion kromat. Titik akhir titrasi ditandai
dengan terbentuknya endapan berwarna merah bata dari perak kromat, Ag2CrO4.
c.
Metode Volhard
Metode Volhard adalah titrasi argentometri
dengan menggunakan indikator ion besi (III) dan titran ion tiosianat untuk
mentitrasi ion perak. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna
merah karena bereaksinya ion besi (III) dengan kelebihan ion tiosianat.
Contoh soal:
1.
Sampel infus ditentukan kadar kloridanya secara
argentometri menggunakan metoda Mohr. Pada pembakuan, ditimbang NaCl 600,0 mg, dilarutkan dalam air suling sampai
100,0 mL, dipipet sebanyak 10,0 mL dan dititrasi dengan larutan AgNO3,
indikator K2CrO4. Titran yang diperlukan adalah 11,50 mL.
Pada penentuan
kadar sampel, dipipet 10,0 mL larutan infus, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250
mL ditambah indikator K2CrO4, dititrasi dengan larutan
AgNO3 sampai terbentuk endapan berwarna merah bata. Apabila titran
yang diperlukan adalah 10,80 mL, berapa persen (b/v) kadar klorida dalam sampel
infus? (BM NaCl 58,55, BA Cl 35,5). Apabila menurut persyaratan Farmakope kadar
NaCl dalam larutan infus adalah 0,9%, tidak kurang dari 95% dan tidak lebih
dari 105%, apakah kadar NaCl dalam larutan infus tsb. memenuhi persyaratan
Farmakope?
Jawab:
NNaCl =
0,6000/58,55 x 1000/100 = 0,1025 grek/L
Baku AgNO3
= (10,0 x 0,1025) /11,50 = 0,0891 N
NaCl dalam infus 10,0 mL masukkan EM + Aqua dest 250 mL
setara dg= 10,80 x 0,0891
mgrek=0,9623 mmol
Dalam 10,0 ml
infus ada NaCl 0,9623 mmol= 0,9623 x 58,55 mg = 56,34 mg = 0,0563 g = 0,563 %
Kadar NaCl 0,563
% < dari 0,9 % syarat
Farmakope; berarti Tidak memenuhi syarat Farmakope.
3.
Titrasi
Permanganometri
Permanganometri
adalah penetapan kadar zat berdasarkan hasil oksidasi dengan KMnO4.
Metode permanganometri didasarkan pada reaksi oksidasi ion permanganat.
Oksidasi ini dapat berlangsung dalam suasana asam, netral dan alkalis.
MnO4-
+ 8H+ + 5e → Mn 2+ + 4H2O
Kalium permanganat dapat bertindak sebagai
indikator, jadi titrasi
permanganometri ini tidak memerlukan indikator, dan umumnya titrasi dilakukan
dalam suasana asam karena karena akan lebih mudah mengamati titik akhir
titrasinya. Namun ada beberapa senyawa yang lebih mudah dioksidasi dalam
suasana netral atau alkalis contohnya hidrasin, sulfit, sulfida, sulfida dan
tiosulfat .
Reaksi dalam
suasana netral yaitu:
MnO4 +
4H+ + 3e → MnO4 +2H2O
Kenaikan konsentrasi ion hidrogen akan
menggeser reaksi kekanan
Reaksi dalam suasana alkalis:
MnO4-
+ 3e → MnO42-
MnO42- + 2H2 O + 2e → MnO2
+ 4OH-
MnO4- + 2H2 O + 3e → MnO2
+4OH-
Reaksi ini lambat
dalam larutan asam, tetapi sangat cepat dalam larutan netral. Karena alasan ini
larutan kalium permanganat jarang dibuat dengan melarutkan jumah-jumlah yang
ditimbang dari zat padatnya yang sangat dimurnikan misalnya proanalisis dalam
air, lebih lazim adalah untuk memanaskan suatu larutan yang baru saja dibuat sampai mendidih dan
mendiamkannya diatas pemanas
uap selama satu/dua jam lalu menyaring larutan itu dalam suatu penyaring yang
tak mereduksi seperti wol kaca yang telah dimurnikan atau melalui krus saring
dari kaca maser.
Permanganat
bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi berdasarkan pereaksi ini,
namun beberapa pereaksi membutuhkan pemanasan atau penggunaan sebuah katalis
untuk mempercepat reaksi. Kalau bukan karena fakta bahwa banyak reaksi
permanganat berjalan lambat, akan lebih banyak kesulitan lagi yang akan
ditemukan dalam penggunaan reagen ini sebagai contoh, permanganat adalah agen
unsur pengoksida, yang cukup kuat untuk mengoksida Mn(II) menjadi MnO2
sesuai dengan persamaan:
3Mn2+ +
2MnO4- + 2H2O → 5MnO2 + 4H+
Kelebihan sedikit dari permanganat yang
hadir pada titik akhir dari titrasi cukup untuk mengakibatkan terjadinya
pengendapan sejumlah MnO2 .
Tindakan
pencegahan khusus harus dilakukan dalam pembuatan larutan permanganat. Mangan
dioksidasi mengkatalisis dekomposisi larutan permanganat. Jejak-jejak dari MnO2
yang semula ada dalam permanganat. Atau terbentuk akibat reaksi antara
permanganat dengan jejak-jejak dari agen-agen produksi didalam air, mengarah
pada dekomposisi. Tindakan ini biasanya berupa larutan kristal-kristalnya, pemanasan
untuk menghancurkan substansi yang dapat direduksi dan penyaringan melalui
asbestos atau gelas yang disinter untuk menghilangkan MnO2. Larutan
tersebut kemudian distandarisasi dan jika disimpan dalam gelap dan tidak
diasamkan konsentrasinya tidak akan banyak berubah selama beberapa bulan.
Penentuan
besi dalam biji-biji besi adalah salah satu aplikasi terpenting dalam
titrasi-titrasi permanganat. Asam terbaik untuk melarutkan biji besi adalah
asam klorida dan timah (II) klorida sering ditambahkan untuk membantu proses
kelarutan. Sebelum dititrasi dengan permanganat setiap besi (III) harus di reduksi
menjadi besi (II). Reduksi ini dapat dilakukan dengan reduktor jones atau
dengan timah (II) klorida. Reduktor jones lebih disarankan jika asam yang
tersedia adalah sulfat,
mengingat tidak ada ion klorida yang masuk . Jika larutannya mengandung asam klorida
seperti yang sering terjadi reduksi dengan timah (II) klorida akan lebih
memudahkan. Klorida ditambahkan kedalam larutan panas dari sampelnya dan
perkembangan reduksi diikuti dengan memperhatikan hilangnya warna kuning dari
ion besi.
Standarisasi Larutan KMnO4
Larutan KMnO4 dapat distandarisasi dengan larutan standar
denhgan larutan standar H2C2O4 atau Na2C2O4
dengan mereaksikan 10 mL H2C2O4 0,05M dengan 0
mL larutan H2SO4 1M ke dalam erlenmeyer. Selanjutnya
dipanaskan dengan kompor listrik dalam ruang asam hingga suhu 700o C warna dari H2SO4dan
H2C2O4 mula-mula tidak berwarna kemudian
dititrasi dengan KMnO4 tetes demi tetes. Pemanasan dilakukan karena reaksi
dengan permanganat lambat pada suhu kamar. Oleh karena itu dipanaskan hingga
suhu 700o C. Setelah
itu suhu dipertinggi, reaksi memulai lambat tetapi kecepatan
meningkat setelah Mn2+ terbentuk. Mn2+ bertindak sebagai
katalis dihasilkan oleh reaksinya sendiri. Setelah dilakukan pemanasan larutan
tersebut dititrasi dengan KMnO4 hingga diperoleh warna merah muda
permanen. Setelah itu menghitung jumlah KMnO4 yang digunakan dan
mengulangi percobaan dua kali. Dan pada percobaan I diperoleh volume sebesar 10 mL dan berwarna coklat
kemerahan. Disini bisa timbul warna coklat kemerahan karena sebelum dititasi
dengan KMnO4 larutan H2C2O4 + H2SO4
harus didinginkan setelah dipanaskan. Berbeda dengan percobaan I, percobaan II
diperoleh volume sebesar 8,3 mL dan warna yang ditimbulkan adalah merah muda
yang konstan (karena sudah didiamkan terlebih dahulu). Larutan standarisasi yang digunakan asam
oksalat CH2C2O4 0,05M yang oleh KMnO4
akan dioksidasi menjadi CO2 menurut reaksi sebagai berikut:
2MnO4-(aq) + 6H+(aq)+5H2C2O4(aq)
2Mn2+(aq)+8H2O(l)+10CO2(g)
Dalam percobaan ini, sebagai pengasam
digunakan larutan H2SO4 encer dan bukan larutan yang
lain, misalnya HCl encer yang tidak boleh digunakan sebab dapat dioksidasi oleh
KmnO4 menjadi Cl2 sebagai berikut:
MnO4-(aq) + 16H+(aq)+10Cl-(aq)
Mn2+(aq) + 5Cl2(g) + H2O(l)
Dalam titasi permanganometri, tidak
dibutuhkan indikator karena perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah
muda menunjukan titik akhir suatu titrasi warna yang diperoleh pun harus sudah
dalam keadaan tetap, artinya saat melakukan pengadukan, warna merah muda yang
muncul tidak hilang, hal ini menunjukan titik kestabilan. Dalam hal ini terjadi reaksi oksidasi dan reduksi:
Oksidasi : H2C2O4 CO2 + 2H+
+2e-
Reduksi : MnO4- + 8 H+ Mn2+ + 4
H2O
Dan dalam
percobaan standarisasi larutan KMnO4 diperoleh molaritasnya sebesar
0,021 M.
Kelebihan dan Kekurangan Titrasi
Permanganometri
a. Kelebihan
Titrasi Permanganometri
Titrasi permanganometri ini lebih mudah digunakan dan
efektif, karena reaksi ini tidak memerlukan indikator, hal ini dikarenakan
larutan KMnO4 sudah berfungsi sebagai indikator, yaitu ion MnO4-
berwarna ungu, setelah direduksi menjadi ion Mn-tidak berwarna, dan disebut
juga sebagai autoindikator.
b. Kekurangan
Titrasi Permanganometri
Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara
lain terletak pada: larutan pentiter KMnO4¬ pada buret.
Apabila percobaan dilakukan dalam waktu yang lama, larutan KMnO4
pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO2 sehingga
pada titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat coklat yang
seharusnya adalah larutan berwarna merah rosa. Penambahan KMnO4 yang
terlalu cepat pada larutan seperti H2C2O4.
Pemberian KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan H2C2O4
yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan
cenderung menyebabkan reaksi antara MnO4- dengan Mn2+.
MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O ↔ 5MnO2
+ 4H+. Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan
seperti H2C2O4. Pemberian KMnO4
yang terlalu lambat pada larutan H2C2O4 yang
telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan mungkin akan
terjadi kehilangan oksalat karena membentuk peroksida yang kemudian terurai
menjadi air.
H2C2O4 + O2 ↔ H2O2
+ 2CO2↑
H2O2 ↔ H2O + O2↑
Hal
ini dapat menyebabkan pengurangan jumlah KMnO4 yang diperlukan untuk
titrasi yang pada akhirnya akan timbul kesalahan titrasi permanganometri yang
dilaksanakan.
Manfaat Titrasi Permanganometri
Manfaat titrasi permanganometri adalah untuk mengetahui kadar dari zat-zat yang bilangan
oksidasinya masih dapat dioksidasi. Dalam bidang industri, metode ini dapat
dimanfaatkan dalam pengolahan air, dimana secara permanganometri dapat
diketahui kadar suatu zat sesuai dengan sifat oksidasi reduksi yang
dimilikinya, sehingga dapat dipisahkan apabila tidak diperlukan atau berbahaya.
Contoh
soal:
1.
Dalam suasana asam besi (II) dititrasi dengan
larutan kalium permanganat 0,0206 M, larutan KMnO4 yang diperlukan 40,20 mL.
Hitunglah mg besi dalam larutan tersebut?
Dalam
suasan asam:
MnO4- + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O x 1
Fe2+ Fe3+ + e x 5
MnO4- + 8H+ + 5Fe2+ Mn2+ + 4H2O + 5Fe3+
Pada
titik ekivalen:
Mol KMnO4 = M.V
= 0,0206 M x 40,2 mL
= 0,828 mmol
5 mol Fe
= 1 mol KMnO4
mol Fe yang diperlukan = 5 x
0,828 mmol
= 4,14 mmol
Banyaknya
Fe yang diperlukan adalah:
= 4,14 mmol Ar.Fe.
=
231,8 mgram
4.
Titrasi
Iodimetri
5.
Titrasi
Iodometri
6.
Titrasi
Bikromatometri
No comments:
Post a Comment