RANCANGAN
PERCOBAAN
2.1 Tujuan Suatu Percobaan
Pada dasarnya maksud atau tujuan suatu percobaan
dapat disebutkan atau diuraikan: (1)
penaksiran atau estimasi, dalam hal ini mencakup
penentuan besarnya perbedaan tanggapan atau respon dan pula untuk meranalkan
tingkat tanggapan dan (2) pengujian suatu hipotesis.
Jadi pada pririsipnya tujuan suatu percobaan dapat
disimpulkan seperti apa yang diuraikan oleh ARTHUR LINDER (1964) ialah untuk
mendapatkan jawaban atas auatu persoalan atau rnasalah dengan teliti dan tepat
di dalam jangkauan waktu yang terbatas dan dengar anggaran yang tertentu, serta
bahan yang terbatas pula, Di atas telah disebutkan kata teliti atau dalam bahasa
asing; disebut dengan "precision" yaitu berarti banyak kali dalam
pengulangan pengukuran terdapat nilai-nilai yang sama. Dan selanjutnya kata tepat atau dalam bahasa
asingnya ”accuracy” yang: berrarti ketelitian pengukuran setiap material unit
percobaan. Jika dalam suatu percobaan terdapat ketelitian dan ketepatan yang
terjadi bersama-sama, maka percobaan tersebut dikatakan
"unbiased"atau tidak terdapat pertimbangan yang bersifat ”subyektif”.
Untuk menjelaskan yang
dimaksud dengan teliti dan tepat. Arthur Linder (1964) memberikan contoh
percobaan penembakan peluru kesuatu titik sasaran tertentu, seperti Gambar 1 berikut.
Dalam Gambar 1 berikut
ditunjukkan pada empat peluang atau kemungkinan dari hasil-hasil penembakan
yang dapat akan dicapai,
|
|||||||||
|
|||||||||
Gambar 1
Ketelitian dan Ketepatan
Dari Gambar 1 di atas dapat dijelaskan
sebagai beriut:
1. Pada keadaan I dan II memiliki ketelitian yang lebih rendah, karena
pengaruh kesalahan-kesalahan sistematik. Kesalahan ini mempengaruhi penebakan
dengan pengaruh yang sama, sehingga sebarusnya kita dapat mencari sumber
kesalahan kemudian menghindari pengaruh tersebut.
2. Pada keadaan I dan II memiliki ketepatan penembakan yang lebih rendah karena pengaruh-pengaruh luar yang tidak dapat dikuasai. Pengaruh-pengaruh ini
disamakan dengan pengaruh acak atau kesalahan yang bersifat acak atau random error.
3.
Keadaan IV, kedua macam
seperti yang disebutkan di atas yaitu kesalaban sistematik dan kesalahan
random, yang sangat kecil-pun mempengaruhi ketepatan penembakan. Jadi dalam hal
ini penembakan telah dilakukan dengan sangat seksama atau dengan kata lain
telah terjadi ketepatan dan ketelitian yang sangat tinggi. Di dalam ilmu
statitik bulan-bulanan atau sasaran yang hendak dituju atau dicapai dapat
disamakan dengan parameter pengamatan yang hendak diduga. Setiap bekas peluru atau titik dapat
disamakan dengan nilai statistik atau nilai sampel yang dipakai sebagai nilai
dari setiap parameter-parameter yang ingin dicapai.
4.
Hal yang sangat berlawanan dengan keadaan IV adalah
keadaan-II di mana ketepatan dan ketelitiannya yang sangat rerdah.
2.2
Langkah-langkah Suatu Percoban
Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa, untuk mendapatkan ketepatan dan
ketelitian yang tinggi tinggi dari suatu hasil penelitian, benaknya diketahui
bagaimana cara-cara untuk mengatasi, mengisolasi atau mengendalikan ragamatau variasi
atau perbedaan materi dan lingkungan suatu penelitian atau percobaan, sehingga
perbedaanperbedaan yang timbul atau yang tampak atau yang disebabkan oleh suatu
perlakuan terhadap tanggapan atau respon dari suatu masalah dapat dipisahkar
dengan jelas.
Dengan terjadinya pemisahan tersebut kesimpulan
yang ditarikdari basil penelitian, merupakan jawaban hipotesis (hipotesis =
dugaan) akan bersifat objektif artinga data merupakan respon dari perlakuan
yang diteliti.
Dari awal sampai akhir suatu pepenelitian perlu
diketahui petunjuk pelaksanaan penelitian yang baik. Langkah-langkah tersebut adalah:
1. Langkah pertama pada percobaan adalah mengupulkan data atau angka-angka
pengamatan atau pengukuran dari objek yang diteliti. Hal ini dapat dijalankan dengan dua cara
yaitu:
(1) Dengan mengadakan penarikan
contoh atau sensus atau pencacaban yang lengkap merupakan batas ekstrim dari
suatu penarikan contoh atau pengambilan sampel dari objek yang ada.
(2) Dengan menyelenggarakan
suatu percobaan sendiri.
2. Langkah kedua terdiri atas penyederhanaan data pengamatan sehingga
diperoleh bentuk yang lebih pekat seperti harga tengah
(rata-rata = average); simpangan baku
contoh (standard deviation) merupakan
beberapa misal dari penyederhanaan data.
Penyusunan data dalam bentuk daftar atau diagram
atau grafik memberikan pertolongan dalam menunjukkan ciri-ciri atau sifat atau
karakter dari sekumpulan data pengamatan populasi atau data pengamatan sampel.
3. Langkah terakhir dari analisis statistika,
terdiri atas suatu jenis analisis yang digunakan untuk dapat mengambil
kesimpulan. Hal ini dapat menyangkut persoalan pendugaan parameter, penentuan
selang kepercayaan bagi parameter-perameter (confidence limits), pengujian hipotesis atau penentuan pemilihan
sesuatu tindakan dari berbagai tindakan yang memungkinkan untuk dipilih atau
dilakukan. Pada langkah ketiga ini
diperlukan pengertian mengenai teori ilmu hitung peluarg (probability theori). Akan
tetapi, cara-cara statistika tidak dapat dipahami seluruhnya, banya oleh karena
pemakaian teori hitung peluang saja. Selain
itu, pemikiran secara induktif yang merupakan bagian dari logika atau filsafat
matematika dari ilmu pengetahuan sangat diperlukan.
2.3
Unsur dasar Suatu Percobaan
Sebelum melakukan suatu penelitian atau percobaan
baik yang berupa percobaan lapang maupun percobaan laboratorium, hendaknya peseorang
peneliti lebih dahulu memahami unsur dasar atau prinsip dasar dari
perancangan percobaan. Sebelum menginjak
pada masalah prinsip dasar suatu penelitian, terlebih dahulu diberikan contoh
mengenai suatu percobaan, yang diuraikan oleh Arthur Linder (1964) sebagai
berikut.
Misalnya seorang peneliti hendak menyelidiki
pengaruh berbagai jenis pupuk terhadap sejenis tanaman padi atau tanaman yang
lain. Dalam hal ini dipergunakan empat
jenis atau macam pupuk masing-masing: AA; AB; AC; dan AD. Langkah pertama yang harus diperhatikan adalah
mengukur pengaruh keempat jenis pupuk tersebut terhadap tanaman yang dipakai sebagai
indikator. Apakah yang hendak dipakai
dasar sebagai pengukur terhadap pengaruh macam pupuk tersebut. Dalam hal ini
dapat dipergunakan: berat total tanaman, tinggi tanaman, panjang bagian tertentu
seperti tangkai buah, helaian daun, panjang malai, serta benyak lagi bagian-bagian
tanaman yang dapat diukur tergantumg pada kehendak sipeneliti atau menurut
tujuan penelitian.
Persoalan di atas harus sudah diketahui atau ditentukan
terlebih dahulu sebelum percobaan, sehingga di antara bagian-bagian yang telah
ditentukan untuk diukur seperti di atas, yang mana di antararanya yang paling
baik dapat dipakai sebagai mengukur respon perlakuan atau pengaruh pupuk
tersebut.
Biasanya dalam percobaan terutama percobaan biologis
untuk menentukan bagian yang diukur sebagai respon adalah agak sulit. Untuk menentukan alat pengukur atau parameter
pengamatan yang tepat untuk tanggapan atau respon dari perlakuan memerlukan
pengetahuan yang mendalam dan pengetahuan tersendiri. Membandingkan tangapan atau respon perlakuan
pupuk, digunakan suatu pembanding di mana pada salah satu kelompok tanaman
tidak diberikan perlakuan atau dilakukan pernupukan. Kelompok tanaman yang tidak diberikan
perlakuan ini sering disebut dengan kelompok pembanding atau kelompok kontrol
atau kelompok standar.
Selain hal tersebut di atas, yang perlu
diperhatikan pula apakah setiap perlakuan yang diberikan itu hanya pada satu
jenis tanaman saja, atau beraneka jenis tanaman. untuk mendapat penjelasan yang lebih baik,
perhatikanlah satu percobaan yang sangat sederhana ini yang terdiri atas dua
perlakuan masing-masing perlakuan A dan perlakuan 0 (0 = tanpa pupuk atau sama
dengan kontrol). Pada perlakuan A yaitu tanaman diberikan pupuk 1 g per tanaman. Percobaan dilakukan dengan menggunakan
tanaman padi yang diukur pada umur tanaman 18 minggu setelah tanam.
Sebagai contoh, pengaruh perlakuan dapat diukur
dengan mencatat tinggi tanaman atau jumlah daun atau banyak anakan, misalnya
jumlah anakan padi pada umur satu bulan.
Di dalam percobaan yang menggunakan tanaman yang menggunakan pot dengan menanam
satu tanaman atau satu bibit per pot dan yang diamati adalah jumlah anakan yang
tubuh setelah umur empat minggu. Hal inl
dapat disederhanakan seperti bagan di bawah ini.
Perlakuan : Kontrol (0) P1
No tanaman : 1 2
Jumlah anakan umur 4 mg : 3 7
Kalau umpamanya hasil percobaan tersebut di atas dibuat
dalam suatu bentuk grafik, akan terbentuk grafik garis lurus, seperti yang tertera pada Gambar 2
7
|
|
|
|
|
||
|
|
|
|
|
||
|
|
|
|
|
||
|
|
|
|
|
||
|
|
|
|
|
||
|
|
|
|
|
||
|
|
|
|
|
||
3
|
|
|
|
|
||
|
0 (P0)
|
|
|
P1
|
P e r k a k u a n
Gambar 2.
Jumlah
Anakan Padi Setelah Umur Empat minggu.
Dari Gambar 2 dapat diambil kesimpulan
sementara bahwa perlakuan P1 menunjukkan
hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan perlakuan 0 (kontrol). Apabila hal tersebut diperlakukan sebagai
penjelasan pengaruh perlakuan P1, berarti merupakan suatu penarikan kesimpulan
yang sangat tergesa-gesa, yang dapat menimbulkan perdebatan atau salah
persepsi.
Dengan hanya dari hasil-hasil
yang tercatat di atas tersebut, belum dapat diketahui atau pasti dengan jelas apakah
perbedaan dari hasil yang didapat ari perlakuan tersebut benar-benar merupakan
pengaruh perlakuan P1 dan kontrol (0), ataukah perbedaan tersebut mungkin pula dapat
ditimbulkan atau disebabkan oleh daya tumbuh tanaman yang diuji memang berbeda
pada setiap perlakuan yang diberikan, atau dengan kata lain memang individu-individu
yang ditanam betul-betul tidak sama daya tumbuhnya.
Untuk yang disebutkan belakangan ini haruslah perlu
diketahui sedikit tentang keragaman(variability) dari tanaman yang mendapat
perlakuan sama. Sebelum dapat menilai apakah
perbedaan pengaruh perlakuan yang tampak
pada tanaman itu betul-betul akibat perlakuan itu sendiri ataukah oleh sifat
keragaman (variabilitas) dari bahan percobaan tersebut. Jadi kesimpulannya, untuk
mengetahui pengaruh perbedaan perlakuan dan pengaruh keragaman dari bahan
percobaan secara sekaligus pada waktu yang sama; haruslah setiap perlakuan
dicobakan terhadap lebih dari satu materi (bahan) yang umum disebut dengan
melakukan pengulangan percobaan, dengan kata lain percobaan tersebut harus ada
ulangan atau replikasi; hal ini akan dijelaskan pada pembicaraan berikut.
Sehingga dengan demikian unsur-unsur dasar pola penelitian
atau percobaan terdiri atas tiga unsur utama yaitu (1) ulangan (replicate), (2) acak atau rambang (randomized), dan (3) penguasaan lingkungan (local control), serta satu unsur tambahan lagi yaitu simetri atau
kesebandingan seperti yang diuraikan berikut:
1. Dasar pertama: Ulangan atau Replikasi.
Apabila suatu perlakuan atau objek atau treatment atau keadaan yang sama terjadi
atau terdapat lebih dari sekali dalam penelitian atau percobaan maka dikatakan
bahwa penelitian atau percobaan tersebut diulang. Jadi ulangan adalah ojek atau
perlakuan yang terjadi lebih dari sekali dalam satu percoban. Alasan utama mengapa diperlukan adanya
ulangan pada suatu percobaan adalah agar supaya dapat menduga terjadinya kesalahan
percobaan (kesalahan = galat = acak = residu = penyimpangan = error).
Kesalahan percobaan adalah alat yang dipergunakan sebagai dasar
pembandingan atau pengujian hipotesis mengenai perlakuan dalam percobaan.
Tanpa adanya ulangan, kesalahan percobaan itu tidak
akan mungkin dapat diukur atau ditentukan. Adanya ulangan dalam percobaan sudah
barang tentu memberikan ketepatan yang lebih tinggi dalam membandingkan
pengaruh berbagai perlakuan.
Ulangan yang terlalu besar juga kurang baik akibatnya
dalam percobaan, karena banyak memerlukan waktu untuk pengukuran dan
kadang-kadang memberikan basil yang kurang tepat, akan tetapi hal ini hanya
suatu akibat tambahan saja dari adanya ulangan yang terlalu besar akrena agat sulit
menanganinya.
Jadi fungsi
ulangan didalam suatu percobaan adalah:
(1) menyediakan
suatu cara penaksiran kesalahan percobaan (galat = acak = residu = error) percobaan;
(2) mengurangi kesalahan percobaan atau penelitian;
dan
(3) memungkinkan
untuk memperoleh suatu taksiran yang lebih teliti dan tepat.
Seringkali terjadi hal yang mengelirukan
atau mengaburkan oleh beberapa masalah yang menyerupai ulangan, akan tetapi
sebenarnya bukan ulangan. Haruslah dapat dibedakan antara ulangan
dengan pengukuran ulang.
2. Dasar kedua: Randomisasi atau Pengacakan
Pengacakan lebih umum
dikenal dengan sebutan randomisasi; istilah sederhana dalam sehari-hari disebut
lotre atau pengundian. Untuk menentukan penempatan suatu perlakuan secara lotre
atau acak, dlperlukan alat-alat yang biasa dipakai dalam permainan judi seperti
dadu, susunan kartu domino, dan alat-adat lain seperti yang digunakan dalam
arisan PKK. Sekarang
pengacakan dapat diganti dengan menggunakan bilangan random dalam komputer dengan
sofl-wares Excel dengan perintah: = rand() enter.
Dengan cara meranom atau mengundi
atau mengacak sesuatu perlakuan; berarti tindakan yang dilakukan sudah bebas
dari pengaruh-pengaruh yang bersifat subyektif atau dengan istilah statistikanya,
sudah bebas dari bias atau penyimpangan
atau kesalahan.
Seperti telah disebutkan di
muka bahwa ulangan memungkinkan adanya pengujian statistika dilakukan, tetapi
apakah pengujian statistlka itu benar atau tidak bukanlah hal yang serupa; atau
dengan kata lain kebenaran statistia bukan tergantung pada sistem pengacakannya,
akan tetapi tergantung pada dasar teori yang diterapan dalam analisis percobaan
yang dilakukan.
Biasanya ada asumsi tertentu dikemukakan agar
pengujian statistika dapat dibenarkan. Asumsi tersebut biasanya adalah bahwa
data pengamatan yang didapat, mempunyai sebaran yang bebas dari pengaruh yang
subyektif, dan asumsi ini dibenarkan dengan adanya petunjuk acak (error) dari perlakuan pada unit-unit
percobaan atau satuan percobaan.
Unit percobaan adalah satuan terkecil yang terdiri
atas satu kesatuan objek atau materi yang medapat perlakuan tunggal.
Jadi satuan percobaan haruslah
mempunyai kemungkinan yang sama besar untuk menerima suatu perlakuan tertentu. Dengan cara
demikian terbindarlah percobaan
dari pengaruh bias atau subyektif, yang disebabkan oleh adanya perbedaan antara
satuan-satuan percobaan.
Penunjukkan acak (error) dari variabel-variabel penelitian sangat perlu untuk menjamin
penafsiran yang tepat. Jadi kasalahan
percobaan atau penelitian haruslah terhindar dari bias, serta untuk
menentukan ketepatan peluang yang bersangkutan yang berhubungan dengan selang kepercayaan
(convident
interval) atau sering disebut dengan batas kepercayaan, selain itu
dapat pula dipakai untuk melakukan
pengujian hipotesis Nol.
Pada awal pembicaraan, telah dikemukakan bahwa perlu
mengadakan perencanaan satu percobaan dengan maksud agar jawaban yang
didapatkan dari perccoaan mempunyai sifat ketepatan dan ketelitian yang tinggi.
Agar supaya percobaan atau penelitian mempunyai harapan seperti yang menjadi tujuan
tersebut di atas, maka haruslah diusahakan agar besarnya kesalahan percobaan atau
galat percobaan mempunyai nilai yang sekecil-kecilnya atau seminimal mungkin. Hal ini dapat dicapai dengan berbagai cara.
Dengan demikian, antarkedua dasar percobaan di atas
yaitu ulangan dan pengacakan diharapkan untuk mendapatkan nilai penaksiran yang
tidak bias pada nilai error (galat) atau kesalahan suatu percobaan
atau penelitian yang sedang dilakukan.
3. Dasar ketiga: Pengendalian lingkungan
Pengendalian lngkulangan
adalah suatu usaha dalam pelaksanaan suatu percobaan, dengan membuat lingkungan
atau materi percobaan, selain sebagai perlakuan haruslah sehomogen mungkin.
Seperti pembuatan block atau kelompok, memilih warna, jenis kelamin dan banyak
lagi lainnya haruslah diusahalan sehogen mungkin atau yang sama.
4. Dasar keempat: Simetri
Mehurut R.A. Fisher (1935)
dasar keempat disebut dengan dasar simetri.
Keuntungan dengan menggunakan dasar simetri ini adalah:
(1) lebih mudah di dalam melakukan analisis data,
(2) kerjasama antara berbagai perlakuan (yang
lebih lajim dikenal dengan istilah interaksi abtar perlakuan lebih mudah
ditafsirkan, dan
(3) di
samping itu, dasar simetri memudahkan untuk memahami pola percobaan seperti sederhana,
split plot, strip plot, split-split plot, split-strip plot, dan
sebagainya.
Oleh karena itu, percobaan atau
rencana percobaan haruslah bersifat simeris. Pada
prinsip simetri, di mana setiap perlakuan mempunyai ulangan yang sama. Sebagai kesimpulan umum dapat
dikatakan bahwa untuk mendapatkan suatu bentuk percobaan atau penelian yang
tepat dan teliti, maka keempat dasar tersebut seperti: ulangan, acak, dan lokal kontrol, serta
dimetri harus dipertahankan sedapat-dapatnya.
Pada contoh yang dibicarakan
di muka, bahwa kesalahan-kesalahan yang timbul karena
adanya perbedaan-perbedaan kecil akibat lokal kontol atau karena materi yang
digunakan didak persis sama pada percobaan seperti berat bibit, jenis timbangan
yang digunakan, tempat yang tidak rata betul homogen, iklim yang sering
berubah, dan lain-lainnya.
Yang penting sekarang adalah
bagaimana membuat atau mengusahakan agar kesalahan percobaan menjadi
sekecil-kecilnya, atau bagaimana caranya untuk mendapatkan keadaan percobaan
yang mempunyai ketepatan dan ketelitian yang tinggi, akan tetapi dengan tidak
menginggalkan syarat-syarat yang lain, yang tidak menyimpang dari dasar
kehomogenan lingkungan selain perlakuan.
Untuk mencapai tujuan atau
maksud seperti di atas, R.A. Fisher (1935) menciptakan suatu cara yang diberi
nama pengawasan setempat atau pengendalian (local
control) atau sering disebut pengelompokkan lingkungan untuk pengendalian
lingkungan agar menjadi sehogen mungkin. Dalam pengelompokkan satuan-satuan
percobaan yang digunakan dalam penelitian haruslah mendekati keseragaman,
sehingga kelompok yang relatif seragam dikumpulkan menjadi kelompok yang homogen
atau kelompok yang sama. Sehingga perbedaan
di dalam kelompok sendiri menjadi sedemikian kecilnya; dengan demikian setiap
kelompok memiliki ketepatan yang tinggi, sedangkan perbedaan yang terdapat
antar-kelompok menjadi lebih luas dan tidak berdampak pada pengaruh perlakuan. Sehingga, pengambilan kesimpulan tidak menjadi
terlalu berbelit-belit. Apabila
perlakuan yang dikenakan ke dalam bahan (= materi = objek) percobaan, maka
perlakuan tersebut dilaksanakan diacak pada kelompok yang relatif seragam,
sehingga perbandingan antar-perlakuan dilakukan di dalam kelompok atau
berdasarkan kelompok yang telah ditentukan.
Dengan demikian akan
menghasilkan ketepatan yang lebib tinggi.
Penentuan pemberian perlakuan untuk setiap satuan atau unit
percobaan di dalam kelompok dilakukan secara acak atau random. Karena dengan demikian dapat terhindar dari bias yang atau terjadi pangedalian
lingkungan yang baik.
Dalam perencanaan seperti yang
disebutkan di atas dengan tiga dasar percobaan yaitu uIangan (replicate) yang sama, pengacakan (randomized), dan pengendalian lingkungan
(local control), maka di dalarnnya
telah terselip dasar percobaan yang lain yaitu dasar kempat tentang simetris,
karena jumlah ulangan yang sama.
Contoh aplikasi perlakuan.
(1) Pengaruh beberapa dosis
pemupukan Urea (Netrogen)pada pertumbuhan padi gogo. Pada contoh ini perlakuannya adalah Urea. Akan tetapi, yang lebih penting dosisnya atau
jumlah yang diberikan. Dosis sebagai tinggkat = taraf = level perlakuan yang
merupakan pencacahan dari perlakuan yang utama (main treatment), menjadi perlakuan yang lebih sederhana dan jelas;
seperti misalnya dosis Urea seperti: N0
= 0 kg /ha; N1 = 50 kg/ha; N2 = 100 kg
/ha; N4 = 200 kg /ha; dan seterusnya.
(2). Pengaruh
beberapa jarak tanam: A = 10 x 30 cm2;
A = 20 x 30 cm2; C = 30 x
30 cm2; dan D = 40 x 30
cm2 terhadap produksi padi gogo.
Yang dimaksud dengan perlakuan pada percobaan ini adalah jarak tanam
umpamanya dengan kode J dengan ukurannya adalah A; B: C; dan D. Perhatikan
mengapa A; B; C; dan D huruf kapital atau dapat dengan kode lain seperti: J1;
J2; J3; dan J4.
(3). Pengaruh
beberapa macam herbisida sepert herbisda A; B; C; dan D. Di mana:
A = herbisida jenis A; B = herbisida jenis B; C = herbisida jenis C; D =
herbisida jenis D; dan lain sebagainya.
pengendali lingkungan ini buat efek ke mananya min?
ReplyDelete